SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI PARA TAMU ALLAH, SEMOGA MENJADI HAJI YANG MABRUR.

Kamis, 30 Oktober 2014

Remunerasi

Pegawai Jangan Datang dan Pulang Demi Absen


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, tunjangan kinerja atau remunerasi pegawai akan dibayarkan mengacu pada dua hal yaitu, disiplin kerja dan kinerja.
“Kita tidak ingin pegawai datang, berada di kantor dan pulang demi absen, tapi bekerja sebagai ibadah, sebagai rasa syukur kita kepada Allah SWT, Tuhan Maha Pencipta,” kata Menag  pada pembukaan sosialisasi Peraturan Menteri Agama (PMA) Tunjangan Kinerja di lingkungan Kementerian Agama, Rabu (29/10) malam di Hotel Cempaka, Jakarta. Hadir pada acara ini, Sekjen Kemenag Nur Syam, pejabat eselon I dan II serta peserta dari pusat dan daerah.
Acuan pertama, kata Menag, berdasarkan disiplin kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Acuan kedua, berdasarkan kinerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
Menag menjelaskan, pelaksanaan aturan tersebut berdampak pada pemberian penambahan atau mengurangi tunjangan kinerja yang diterima pegawai. “Disiplin yang kita bangun di Kemenag bukan disiplin yang membelenggu atau mematikan kreativitas dan membatasi pengembangan diri pegawai, tetapi disiplin yang produktif dan disiplin yang manusiawi,” jelasnya.
Menag mengatakan, anggaran tunjangan kinerja disiapkan setiap tahun, namun operasionalisasi pemberian tunjangan kinerja akan selalu dimonitor, dievaluasi dan direview secara berkala oleh Menteri Agama dan Tim Reformasi Birokasi Nasional, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Salah satu instrument penilai adalah form penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi (PMPRB) secara online yang dikoodinasikan inspektur jenderal.
Ketua Panitia Karo Ortala Setjen Basidin Mizal mengatakan, setiap pegawai Kemenag wajib melaksanakan program reformasi birokrasi pada delapan area perubahan yang mencakup manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan pengutan organisasi, penataan tata laksana, penataan sumber daya manusia aparatur, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik. (SUMBER : WWW.KEMENAG.GO.ID)

Rabu, 15 Oktober 2014


Sambut Era Revolusi Mental Dengan Kembangkan Lima Budaya Kerja


Indonesia dalam beberapa hari ke depan akan memasuki masa transisi seiring adanya pergantian Presiden dari Soesilo Bambang Yushoyono ke Joko Widodo. Revolusi mental menjadi salah satu isu utama pada masa pergantian kepemimpinan nasional ini.
Sebagai bagian dari Kementerian, hal ini tentu perlu direspon oleh Kementerian Agama. Karenanya, menyambut era revolusi mental, Mantan Sekjen Kemenag Bahrul Hayat menyarankan jajaran Kemenag untuk menyambut era revolusi mental dengan mengembangkan budaya kerja yang lebih baik demi meningkatkan kualitas pelayanan publik di masa mendatang.
“Budaya adalah perekat di mana semua orang di dalam 0rganisasi menjadi menyatu. Culture seperti besi magnet di mana molekul dari besi magnet mengarah ke arah tertentu, sementara  molekul besi biasa itu terpencar. Budaya bisa mengarahkan sebenarnya ke arah mana organisasi akan berjalan,” tegas Bahrul saat menjadi Narasumber pada Rapim Eselon I Kementerian Agama Tahun Anggaran 2014.
“Budaya kerja adalah tata nilai yang dibangun bersama dan dikomitmenkan bersama lalu dinyatakan dalam tindakan,” tambahnya.
Menurut Bahrul, setidaknya ada lima budaya kerja yang perlu terus dikembangkan Kementerian Agama, yaitu:
Pertama, budaya mengabdi. Dikatakan Bahrul bahwa budaya mengabdi merupakan sesuatu yang mutlak karena Kemenag merupakan organisasi publik yang bertugas melayani publik. “Mental pertama yang harus dimiliki seluruh aparatur adalah budaya untuk mengabdi,” terangnya. 
Mengadi, kata Bahrul, adalah menyerahkan energi dan pikiran kita untuk membangun Kemenag agar dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. “Aparatur kemenag memegang fungsi risalah kenabian. Abdikan diri untuk membawa misi mulia ini; bagaimana agar seluruh karyawan Kemenag memahami bahwa kita adalah organisasi yang melayani,” tegasnya.
Kedua, budaya belajar. Bahrul mengetakan bahwa Kemenag ke depan  harus menjadi learning organization, menjadi organisasi pembelajar. Maksudnya, kementerian di mana  seluruh orang yang ada di dalamnya mau terus belajar, dan pada saat yang sama juga melakukan unlearning (melepas) terhadap segala sesuatu yang tidak baik.
“Kalau ini tidak dikembangkan, kementerian ini akan tertatih-tatih oleh perkembangan. Hilangkan sikap atasan bahwa ketika anak buah berkembang itu ancaman,” kata Bahrul. 
“Kemenag harus menjadi  learning organisation. Tidak semua harus melalui sekolah atau kursus, tapi  diawali dari arahan langsung dan keteladanan dari atasan,” imbuhnya.
Ketiga, budaya unggul. Organisasi yang mempunyai budaya unggul akan senantiasa mendorong  setiap orang didalalmnya untuk berprestasi. “Jangan ada orang yang merasa tidak punya ruang berprestasi. Jangan ada atasan yang merasa takut kalau anak buahnya berprestasi,” ujar Bahrul. 
“Dorong setiap orang bekerja pada titik maksimal. Yakinkan aparatur bahwa Kemenag bisa unggul. Yakinkan semua orang bisa berprestai unggul,” tambahnya.
Keempat, budaya bekerjasama. Dikatakan Bahrul bahwa team building, team work, merupakan keniscayaan dalam organisasi. Organisasi ada karena kita berkumpul untuk tujuan yang sama. “Kekuatan anda akan diuji pada seberapa anda mampu menggerakan hasil terbaik bersama orang lain,” tandasnya.
Kelima, budaya ikhlas. Menurut Bahrul, ikhlas penting. Sebab,  ruh dari semuanya adalah mengikhlaskan seluruh pekerjaan. 
Bahrul mengatakan bahwa kelima budaya tersebut mudah untuk dikatakan, tapi tuidak mudah untuk melaksanakannya. Untuk itu, dibutuhkan  leadership yang kuat. 
“Kultur dibangun dari pimpinan. Leadership menjadi sangat penting. Leadership kita diuji untuk menerapkan 5 kultur ini di masa mendatang,” terangnya.
Bahrul menambahkan bahwa setidaknya ada 3 hal penting yang harus dimiliki oleh seorang dengan leadership yang baik, yaitu: logos, etos, dan patos. Menurutnya, pemimpin harus mempunyai pengetahuan dan nalar (logos). “Logik menjadi kekuatan leader. Jika pimpinan tidak bisa mengambil keputusan logik, bawahan pusing,” ujarnya.
Pemimpin juga harus memiliki etos yang mewujud dalam integritas. Menurut Bahrul, jika seseorang mempunyai logos, tapi tidak memiliki etos, maka aparat tidak akan nurut  karena integritasnya dipertanyakan. 
Hal terakhir yang harus dimiliki seorang leader adalah patos atau empati pada semua orang di lingkungannya. Menurutnya, empati menjadi bagian persoalan penting dalam leadership.
“Kalau ini bisa diterapkan, maka leadership akan kuat untuk menancapkan tata nilai. Leadership tidak bisa diajarkan, tapi diperlukan keteladanan,” ungkapnya. 
“Memimpin bukanlah hak, karena kita pegwai negeri. Memimpin merupakan amanah, pengabdian dan tanggung jawab. Maka pimpinlah dengan nurani dan akal sehat, pikiran dan hati. Jika ini tidak digunakan, maka transformasi budaya yang dibangun akan gagal,” pesannya. (sumber : www.kemenag.go.id)

Remunerasi Kemenag


Karopeg: Setiap Pegawai Harus Punya Jabatan




Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tunjangan kinerja Kementerian Agama sudah terbit, yaitu: Perpres No 108 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja  Kementerian Agama. Sehubungan itu, Kementerian Agama telah menyiapkan Peraturan Menteri Agama (PMA) sebagai aturan turunannya.
Akan hal ini, Kepala Biro Kepegawaian Mahsusi menegaskan bahwa setiap PNS harus mempunyai jabatan. “Tuntutan perundang-undangan untuk pencairan tunjangan kinerja yang akan diberikan kepada seluruh PNS di antaranya adalah PNS itu mempunyai jabatan,” tegasnya pada Rapim Unit Eselon I Kementerian Agama Tahun Anggaran 2014, Bandung, Rabu (15/10)..
Mahsusi meminta aparatur Kemenag untuk mengubah mindset nya terkait klasifikasi jabatan. Menurutnya, jabatan yang sudah kita kenal selama ini terdiri dari jabatan struktural, fungsional, dan pelaksana atau staf.
“Mindset ini harus diubah. Jabatan sekarang terdiri dari jabatan struktural, jabatan fungsional tertentu, yaitu jabatan fungsional yang sekarang sudah di SK-kan, dan  sisanya yang biasa kita kenal sebagai staf, tidak akan mendapar tunjangan kinerja jika belum mendapat SK jabatan fungsional umum,” terang Mahsusi.
Mahsusi menambahkan bahwa  Kementerian Agama telah menyiapkan tiga  Peraturan Menteri Agama (PMA) sebagai aturan operasional Perpres No 108 Tahun 2014. “Senin akan terbit PMA tentang tunjangan kinerja dan mohon agar segera diserahkan ke satker untuk dipelajari,” terangnya.
“Ada 3 PMA yang akan diterbitkan agar segera dipelajari secara komprehensif dan dipahami,” tambahnya.
Ketiga PMA tersebut adalah PMA tentang Penambahan dan Pengurangan Tunjangan Kinerja, PMA tentang Penetapan Jabatan Fungsional Umum di Kementerian Agama, serta PMA tentang Penetapan Kelas Jabatan.
Sehubungan itu, Mahsusi meminta agar seluruh pimpinan satker segera menerbitkan SK Jabatan Fungsional Umum (JFU) pada satker masing-masing.  Dikatakan Mahsusi bahwa Sekjen Kemenag telah mengeluarkan Surat Edaran tentang pengangkatan jabatan PNS dalam Jabatan Fungsional Umum yang meminta agar setiap satker segera memetakan dan mengangkat PNS dalam JFU dengan menyiapkan Surat Keputusan Menteri Agama tentang Jabatan Fungsional Umum. (sumber : www.kemenag.go.id)