SKP
(Sasaran Kinerja Pegawai) Paradigma Baru bagi Penilaian Prestasi Kerja PNS
Berdasarkan PP No. 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Kinerja
Pegawai sebagai pengganti PP No. 10 Tahun 1979 tentang DP3 dan Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Nasional (Perka BKN)No. 1 Tahun 2013, sistem penilaian
prestasi kerja PNS masuk ke dalam paradigma baru dengan unsur yang lebih
komprehensif dan objektif. Tidak hanya sebatas kepribadian, melainkan juga
kinerja yang berhasil dengan ukuran-ukuran tertentu. Dengan adanya SKP (Sasaran
Kinerja Pegawai) ini diharapkan ada peningkatan kompetensi dan profesionalitas
pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai abdi
masyarakat.
Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin
objektifitas pembinaan PNS yg dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja &
sistem karier, yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Penilaian
prestasi kerja PNS secara strategis diarahkan sebagai pengendalian perilaku
kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati
bukan penilaian kepribadian. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan
prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.
"SKP adalah konsekuensi Reformasi Birokrasi yang
menjadi isu nasional dan tidak bisa kita hindari, karena sebagai PNS dibutuhkan
dua hal, yakni pertama kemampuan (kompetensi teknis manajemen dan
profesionalisme). Dan kedua, harus memiliki komitmen, maka akan lahir sense
of responsibilities, dan saya kira pertemuan ini menemukan signifikansinya
demi amanah negara," ujar Sekretaris Ditjen Pendis Kamaruddin Amin dalam
sambutannya dalam kegiatan Workshop PP No. 46 Tahun 2011 tentang Penilaian
Kinerja Pegawai Pendidikan Islam Ditjen Pendidikan Islam di Semarang
(23/04/2014).
Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas : unsur sasaran
kerja pegawai dan perilaku kerja. Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan
oleh Pejabat Penilai sekali dalam 1 tahun (akhir Desember tahun bersangkutan/
paling lama akhir Januari tahun berikutnya), yang terdiri atas unsur SKP bobotnya
sebesar 60% dan perilaku kerja bobotnya 40%. Unsur perilaku kerja yang
mempengaruhi prestasi kerja yang dievaluasi harus relevan dan berhubungan
dengan pelaksanaan tugas jabatan PNS yang dinilai.
Setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan Rencana Kerja
Tahunan (RKT) instansi. Dalam menyusun SKP harus memperhatikan hal-hal
diantaranya jelas, terukur, relevan, dapat dicapai dan memiliki target waktu. SKP
memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai. Setiap kegiatan
tugas jabatan yang akan dilakukan harus berdasarkan pada tugas dan fungsi,
wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugas yang telah ditetapkan dalam Struktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) SKP yang telah disusun harus disetujui dan
ditetapkan oleh pejabat penilai sebagai kontrak kerja. PNS yang tidak menyusun SKP
dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai disiplin PNS.
SKP ini pun sudah didengungkan dengan Surat Edaran Sekjen
Kemenag RI pada bulan Januari tahun 2014 untuk seluruh PNS dibawah lingkungan
Kementerian Agama RI. "Masing masing PNS yang merasa memiliki NIP harus
membuat SKP. PP No. 46 Tahun 2011 sebagai pengganti PP No. 10 Tahun 1979,"
ujar Kabag Ortala dan Kepegawaian Setditjen Pendis Ainur Rafiq saat mendapingi
Sekretaris Pendis dalam sambutannya.
Hal ini telah menjadi komitmen Kementerian Agama RI, meski
masih ada transisi dan kendala dalam proses penyusunannya di tahun 2014 ini
namun dengan adanya sosialisasi dan simulasi penyusunan SKP, diharapkan akan
lebih jelas dan terlaksana dengan baik proses penyusunan SKP sesuai PP No. 46
Tahun 2011 dan Perka BKN No. 1 Tahun 2013. "Untuk itu kami harapkan dari
perguruan tinggi agama Islam negeri dan satker lainnya mengikuti acara
sebaik-baiknya guna penyusunan SKP di instansi masing-masing," jelas
Ainur.
Adapun unsur-unsur penilaian SKP menurut Perka BKN No. 1
Tahun 2013 antara lain (a) kegiatan tugas jabatan; (b) angka kredit; dan ©
target. Dalam melaksanakan kegiatan tugas jabatan pada prinsipnya pekerjaan
dibagi habis dari tingkat jabatan tertinggi sampai dengan tingkat jabatan yang
terendah secara hierarki dengan berdasarkan kepada penetapan kinerja. Sementara
untuk angka kredit dan target mengacu kepada satuan nilai dari tiap butir
kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh
seorang pejabat fungsional dengan jumlah angka kredit yang akan dicapai dan
setiap pelaksanaan kegiatan tugas jabatan harus ditetapkan target yang akan
diwujudkan secara jelas, sebagai ukuran prestasi kerja. Dalam menetapkan target
meliputi aspek kuantitas (target output), kualitas (target kualitas), waktu
(target waktu) dan biaya (target biaya).
Sumber : www.kemenag.go.id