SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH HAJI PARA TAMU ALLAH, SEMOGA MENJADI HAJI YANG MABRUR.

Jumat, 16 Mei 2014

Kabag II: Auditor Harus Bernurani, Adil dan Tidak Arogan

Kepala Bagian II Organisasi Tatalaksana dan Kepegawaian, Mohamad Fahri mewanti-wanti para calon auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama untuk bersikap adil dan tidak arogan tatkala nanti melakukan audit. Ia juga meminta tidak ada dikotomi auditor senior-auditor yunior dalam relasi kerja di Itjen Kementerian Agama. Permintaan tersebut disampaikan saat memberikan arahan dalam acara penutupan kegiatan Peningkatan Kompetensi Audit Kinerja yang diikuti para calon auditor.
“Kita jadi auditor, oke. Tapi satu yang harus dicamkan, kita jangan arogan. Adik-adik semua harus mengerjakan sesuatu dengan hati nurani juga, nggak sombong. Kita masih harus memegang sendi-sendi rasa keadilan. Sebab, seseorang itu bisa saja berbuat kesalahan, tapi dia tidak ada niat, tapi bisa salah. Apakah dia lalai atau sedikit bodoh. Dia percaya aja sama bawahan, lalu tanda tangan,” tandas Fahri, Selasa (8/4/2014).
Fahri yang lama malang-melintang menjadi auditor investigasi ini menjelaskan, pegawai negeri yang menjadi sasaran audit merupakan pihak yang bakal menanggung akibat dari hasil audit para auditor yang berimplikasi lebih jauh pada hasil rekomendasi audit. “Karena itu kita harus pahami betul langkah-langkah audit itu, kode etiknya, jangan sampai itu terlampui. Kita harus punya nurani, sifat Rahman dan Rahimnya Tuhan jangan kita lampui, tapi kita bukan berarti membenarkan suatu kesalahan. Tidak. Tapi utuhlah melihat suatu persoalan itu,” katanya.
Ia meminta para calon auditor untuk mengubah mind set audit yang salah kaprah bahwa audit mesti menghasilkan temuan negatif auditi. Calon auditor juga diminta mengubah pola pikir auditor yang selama ini dikesankan hanya mencari kesalahan audit semata tanpa memberikan solusi.
“Ketika audit ada temuan, apa solusi yang kita berikan. Itu kita harus kasih. Jangan semata-mata audit. Peran kita sebagai katalisator dan konsultan. Rubahlah mind set berpikir kita. Jangan berpikir kalau nggak dapat temuan, saya nanti dinilai tidak mampu. Itu salah. Itu namanya mendzolimi orang. Tapi kecukupan bukti dan tingkat kelalaian, kemudian niatnya bagaimana. Makanya dalam audit ada strategi makan bubur panas, mulai dari pinggir, dari pengumpulan bukti. Drosir-drosirnya dikumpulkan dan dipelajari betul-betul kesalahannya. Setelah sudah cukup alat bukti, baru di-BAP. Jangan ada madzhab, sedikit-sedikit orang di-BAP. Karena sekali orang dipanggil, persepsinya dianggap penjahat. Anak buahnya pasti berpikir dia penjahat, dia maling,” tandasnya.
Fahri juga menyoroti dikotomi senior-yunior dalam relasi kerja dunia auditor. Ia meminta pengkotak-kotakan itu mesti ditiadakan. “Kita nggak melihat lama dan tidaknya auditor, tapi kita lihat etika, kita bersaudara dalam keluarga besar Inspektorat. Jangan dikotak-kotakkan ini generasi lama dan baru. Kita tetap jaga kekompakan kita demi suksesnya tugas pokok yang diembankan oleh pimpinan,” harapnya.
Sumber : www.itjen.kemenag.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar